Rabu, 28 Mei 2014

Karma Phala Tattwa

BAB I
Pendahuluan
1.1 Pendahuluan
Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan “Tiga Kerangka Dasar”, di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Moksa.
Tiga Kerangka Dasar tersebut adalah:
1.     Tattwa (Filsafat)
2.     Susila (Etika)
3.     Upacara (Yadnya)
Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana. Ada 3 (tiga) cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan sradha. Dalam Hindu, sradha disarikan menjadi 5 (lima) esensi, disebut Panca Sradha.
Salah satu dari Panca Srada di antaranya adalah hukum karma phala dimana hukum karma phala ini merupakan filsafat yang yang mengandung etika yang artinya Bahwa Umat Hindu percaya akan hasil dari suatu perbuatan, di masa lalu seperti duka, sengsara, bahagia, damai dan sebagaianya.
Dalam bahasa ilmu pengetahuan Karma Phala diartikan suatu kausalitas yaitu perihal sebab akibat. Dalam bahasa percakapan sehari-hari tentang arti dan makna istilah karma phala ini, orang tua biasanya menasihati kepada anak-anaknya agar memperhatikan “apa yang hendak engkau perbuat harus memperhatikan akan akibatnya”. Secara singkat dikatakan hukum karma adalah hukum kausalitas ( the relation between a cause and its effect ).

Untuk penjabaran dalam kehidupan sehari-hari oengertian akan hukum karma ini biasanya dijelaskan dengan perumpamaan yang sangat sederhana yaitu “ apabila pohon pisang yang ditanam, maka hasilnya adalah buah pisang; tidak akan menghasilkan buah durian”. Baik ( subha –karma ) akan menghasilkan yang baik, dari perbuatan yang buruk ( asubha karma ) akan menghasilkan yang buruk.
Sesungguhnya bagi umat hindu, hukum karma yaitu Karmaphala, dalam kehidupan sehari-hari merupakan tuntunan hidup dan etos kerja. Tuntunan hidup, karena dengan hukum karma phala umat hindu diantar kejalan yang arahnya sudah jelas, yaitu jalan dan cara berbuat baik agar menghasilkan buah yang baik dan menghindari perbuatan buruk yang menghasilkan yang buruk pula. Etos kerja, karena dengan hukum karmaphala umat hindu diharuskan bekerja. Tanpa kerja, hanya nongkrong mengharapkan suatu dari orang lain, adalah memalukan. Tanpa kerja hidup sehari-haripun tidak mungkn. Itulah sebabnya orang harus bekerja.

            Memang Hukum Karma Phala sulit dipahami terlebih-lebih bagi mereka yang tidak memperoleh kesempatan mempelajarinya dari awal mula dimana hukum karma phala tidak berdiri sendiri, melainkan erat hubungan dengan karakteristik agama hindu yang lainnya , yaitu tentang agama hindu sebagai agama sanatana, agama tanpa awaal dan tanpa akhir, abadi  buat selama-lamanya, agama tanpa pendirinya, sudah ada sejak manusia ada, tentang dharma, tentang atma dan paratman, tentang punarbawa, tentang moksa dan sebagainya.


BAB II
PEMBAHASAN
KARMA PHALA TATTWA

2.1 Pengertian Karma Phala
Karma (adalah bahasa Sansekerta dari urat kata kr = membuat) berarti Perbuatan.segala bentuk perbuatan adalah “karma”. Sedangkan “Phala” berarti “ hasil”. Kata karma phala berarti hasil dari perbuatan, karena setiap perbuatan ada akibatnya berwujud baik atau buruk. Menurut sebab dan Akibat ( Causality) maka segala sebab akan membawa akibat.
Segala sebab akan membawa akibat. Segala sebab yang berupa perbuatan akan membawa akibat hasil perbuatan. Segala karma ( perbuatan ) akan mengakibatkan karma phala ( hasil atau Phala perbuatan).Hukum rantai sebab dan akibat perbuatan ( karma) dan phala perbuatan ( karma Phala) ini disebut : “ hukum karma”.
Akaranam katbam karyam
Samsaretra bhavisyasti
                                    ( Dewi Bhagawata 1,5,74)
Mungkinkah ( suatu ) perbuatan tiada sebab ( dan akibatnya ) didalam ( lingkaran) samsara ( lahir dan mati ) disini.
Karma phala ngaran ika
Phalaning gawe hala haju
                                    ( Clokantara 68 )
Karma phala artinya akibat ( pahala), dari buruk ( suatu) perbuatan (karma)
Cubhacubha Karma ( cubhacubha Prawrtti)Sorga Dan Neraka
Karma artinya bukan saja perbuatan, tetapi juga hasil dari perbuatan, sesungguhnya akibat dari perbuatan bukanlah sesuatu yang terpisah dari perbuatan itu sendiri. Iya merupakan bagaian dari perbuatan dan tak dapat di pisahkan darinya. Bernafas, berfikir, berbicara, melihat, mendengar, makan, dsb. Karma merupakan jumlah rangkaian perbuatan pada kehidupan ini maupun pada kelahiran-kelahiran terdahulu.
Suatu perbuatan, atau pemikiran yang menyebabkan suatu akibat disebut Karma. Hukum karma maksudnya hukum yang mendapatkan akibat. Dimana pun ada suatu penyebab, ada akibat yang mesti akan terjadi sebutir benih merupakan penyebab bagi pohon yang merupakan akibat. Pohon menghasilkan benih dan menjadi penyebab adanya benih
2.2 Pembagian Karma Phala
Dalam Kitab suci Veda ,Karma dibedakan atas 3 macam yaitu : sancita karma ( timbul Karma), Prarabdha karma ( Karma Menyuburkan) dan Kriyamana atau Agami karma ( rangkaian karma).
a.      Sancita Karma Phala
Adalah phala atau hasil perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis di nikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Ini mengandung makna bahwa apabila perbuatan kita pada kehidupan yang terdahulu baik maka kehidupan kita yang sekarang akan baik pula. Tetapi sebalinya apabila kalau perbuatan kita pada kehidupan terdahulu buruk maka kehidupan kita sekarang ini akan buruk pula.
b.     Prarabda Karma Phala
Adalah phala atau hasil perbuatan kita sekarang kita langsung kita nikmati pada saat kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi. Hasil dari karma-karma ini dinikmati dalam dua cara yaitu : 1. Melalui vasana mental, dan 2. Melalui kegiatan jasmani.
Kita juga menikmati prarabdha karma dengan lintas sesuatu hal dan peristiwa yang mengakibatkan kita dapat menerimanya atau sebaliknya, yang menyebabkan kesenangan atau kesedihan pada kita. Kenikmatan terhadap kesenangan dan penderitaan sebagai hasil dari prarabdha , beroperasi dalam 3 cara yaitu :
a.      Aniccha prarabdha ( prarabdha yang dinikmati dengan sukarela)
Adalah kenikmatan akan kesenangan yang sampai kepada kita secara kebetulan yang
terjadi diluar kehendak kita sendiri.
b.     Pareccha prarabdha ( yang dinikmati melalui kehendak orang lain)
Adalah kenikmatan dan penderitaan yang kita peroleh melalui kehendak orang lain.
c.      Sveccha Prarabdha ( yang dinikmati atas kehendak sendiri)
Perolehan kesenangan dari hubungan badan dengan istri selama masa yang diperuntukan hal itu, dengan memperoleh seorang anak atau tanpa tujuan memiliki anak, keguruan, mendapatkan kesedihan dan menanggung penderitaan dalam melakukan suatu usaha yang bajik, dengan memperoleh keuntungan dari hal yang sama atau menderita kerugian karenanya. Walaupun demikian, harus dipahami bahwa bagaimanapun kasusnya setiap peristiwa atau pengalaman yang mengakibatkan rasa senang atau sebaliknya, merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan atas kehendak kita sendiri.
c.      Kriyamana Karma Phala
adalah phala atau hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saatnya berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang
Dalam kepustakaan Wedanta, terdapat penyamaan yang indah, pemanah baru saja melepaskan sebatang anak panahnya dan telah mengistirahatkan tangannya. Ia tak dapat menarik kembali anak panah tersebut. Ia baru saja akan menembakkan anak panah dipunggungnya adalah sancita. Anak panah yang telah dilepaskan adalah prarabdha; dan anak panah yang baru akan dilepaskan  dari busurnya adalah agami. Dalam hal ini, ia telah mengendalikan dengan sempurna sancita dan agami tetapi secara pasti ia harus menghitung dengan cermat prarabdha-nya, masa lalu yang telah dimulai memberikan akibat, harus di alami.
Penyaman lain yang juga indah sebagai berikut : Lumbung menyatakan sancita Karma: bagian yang diambil dari lumbung dan ditaruh dalam warung untuk dijual harian nanti agami; dan yang dijual hari sekarang menyatakan prarabdha
Keseluruhan timbul dari sancita karma dihancurkan dengan pencapaian pengetahuan dari brahman, yang abadi. Ia dapat dirubah sama sekali dengan menunjukan pemikiran-pemikiran illahi yang luhur dan melakukan perbuatan bajik. Agami karma dapat dihancurkan dengan penebusan dosa upacara Prayascitta; dengan melepaskan pemikiran tentang badan melalui nimitta Bhawa ( sikap bahwa seseorang merupakan alat di tangan tuhan) dan saksi bhawa ( sikap bahwa seseorang merupakan saksi bisu dari perbuatan, indrinya dan pikirannya.
Oleh karena itu kriyamana karma kitalah yang membentuk dasarnya dari sancita dan prarabdha karma, sehingga hendaknya berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan mulia pada kehidupannya yang sekarang ini karena dalam pelaksanaan kegiatan ini dapat membebaskan dirinya.
Kriyamana karma terbagi menjadi 5 macam yaitu :
1.     Nitya ( yang bersifat wajib )
2.     Naimittika ( bersifat kontemprorer)
3.     Kamya ( dibebani oleh suatu motif  tertentu)
4.     Nisiddha ( yang dilarang)
5.     Prayascitta ( sebagai penebusan dosa atau untuk melepaskan diri dari dosa )  
Selanjutnya ada juga pembagian karma phala berdasarkan atas macamnya perbuatan atau kerja yang di lakukan oleh manusia yaitu :
1.Karma Sangga
Yakni segala perbuatan atau tugas dan kewajiban yang berhubungan dengan keduniawaiaan hidup di dunia ini yang menyangkut kehidupan sosial manusia. Karma sangga ini dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:
a.      Karma Kara
Yaitu apabila seseorang bekerja dengan tenaga jasmaninya dan menerima upah.

b.     Karma kesama
Yaitu apabila seseorang bekerja dengan tenaga rohaninya dan menerima upah.
2. Karma Yoga
            Adalah perbuatan atau kerja yang tidak mengharapkan upah ( hasil) karena ia yakin bahwa kerja yang dilakukan itu adalah atas perintah tuhan sesuai dengan ethika agama.
3. Karma Wasana
Karma Wasana adalah bekas-bekas atau kesan-kesan dari segala gerak atau perbuatan yang melekat pada suksma sarira atau alam pikiran. Karma berarti perbuatan dan wasana berarti bekas-bekas atau sisa-sisa yang masih melekat.
Ilmu pengetahuan mengatakan bahwa pergerakan tubuh yang tidak disadari berpusat dalam suatu bagian alam pikiran ( psicho), demikian pula segala perbuatan yang dilakukan dengan sadar dengan sendirinya akan melekat pula dalam alam pikiran, dan dari sekian banyaknya perbuatan-perbuatan tersebut diantaranya ada melekat sampai ajal tiba. Pada saat makhluk  ( manusia ) itu meninggal dunia maka yang hancur adalah stula sariranya ( badan wadah) nya saja sedangkan atma tetap ada dan memberi kekuatan hidup kepada suksma sarira yang terdiri dari alam pikiran atau citra yang terdiri dari budhi. Manah dan AhamKara, panca Jnanendriya dan panca Karmendriya, Panca tanmatra dan prana ( vital energi ). Segala bekas-bekas dari gerak perbuatan yang melekat pada alam pikiran semasih manusia itu hidup lurut menjadi suksesa sariranya bila manusia itu sudah meninggal. Adapun segala bekas atau kesan dari segala gerak atau perbuatan yang tercacat atau melekat pada suksma sarira atau alam pikiran itu kemudian menjadi karma wasana. Karma wasana inilah kemudian akan membalut dan mempengaruhi atma, sehingga atma itu nantinya akan mengalami sorga atau neraka sesuai dengan karmanya . jadi Karma wasana itu lah yang menetukan hasil atau phala yang akan diterima oleh atma itu sendiri, apakah dia masuk sorga ataukah masuk neraka.

Kadyangganing dyun wawadah ning hinggu
Huwus hilang hinggunya pinahalilang,
Kawekas ta ya ambonya,
Gandhanya rumaket irikang dyun,
Ndah yatika wasana ngaranya
Samangkana tekang karma wasana hana ring atma ru
Maket djuga ikang karma wasana ngaranya
Ya tika umuparengga irikang atma.
                                   
( Wrhaspati Tattwa 3-35)

Bagaikan tempayan yang menjadi tempat kemenyan, setelah hilang dan habis kemenyannya, berbekas baunya itu, melekat pada tempayan, maka itulah yang disebut wasana, ( bekas-bekas), demikian juga karma wasana ( bekas-bekas dari baik buruk perbuatan) yang terdapat pada atama dikatakan melakat juga. Karma wasana perbuatan itulah yang membalut atma. Oleh karena atama ( dalam perwujudan memberikan kekuatan hidup pada suksana carira, atau badan astral dibalut oleh karma wasana( bekas-bekas baik buruk perbuatan) itu, maka dari itulah sebabnya atma akan mengalami sorga ( kebahagiaan akhirat) atau neraka ( hukum akhirat) dan mengalami penjelmaan kembali ( purnarbhawa) yaitu menjadi makhluk , sesuai dengan perimbangan dari pada baik buruk atau amal dosa yang telah tercatat dalam karma wasananya dahulu. Jadi karma wasana itu lah yang menentukan pahala atau hasil yang akan di terima serta dialami oleh atma.

Yata dumadyaken ikang janma mapalenan,
Hana dewajoni, hana widyadharayoni,
Hana raksasayoni, hana daityayoni,
Hana nagayoni, akweh prakaraning yoni
Sangkawan pangjanma, yata matangnya kepwa dudu
Wecanya.........
                                                ( Wrhaspati Tattwa 3-35)
(Karma wasana) itulah yang menyebabkan penjelmaan yang berbeda-beda ada yang penjelmaan dewa ( roh suci ) ada penjelmaan widyadhara ( roh yang bijaksana), ada penjelmaan raksasa ( roh angkara murka), ada penjelmaan daitya ( roh yang keras hati) ada pula penjelmaan Naga ( roh yang mempunyai watak yang berbelit-belit, seperti ular) dan banyak lagi macamnya yoni ( benih-benih penjelmaan atau karma wasana), itu yang merupakan sumber penjelmaan, oleh karena itu, masing-masing makhluk berbeda-beda sifatnya.

Di dalam dongeng di bali disebutkan bahwa bhatara yamadipati ( tuhan sebagai jaksa agung akhirat) mempunyai juru tulis daitya yang bernama sang suratma yang mencatat baik buruk karma dari semua makhluk yang hidup didunia ini. Kalau di kupas secara filsafat, jelaslah bahwa sang suratma adalah ; suatu kekuatan hukum kodrat tuhan yang menyebabkan bahwa segala cubha acubha karma ( amal perbuatan) makhluk selalu berbekas atau tercatat didalam alam pikiran ( citta) atau didalam suksma cariranya atau badan astralnya. Jadi jelaslah bahwa sang suratma itu tiada lain dari pada alam pikiran itu sendiri.

Tujuan agama hindu ialah menghendaki agar umatnya dapat bebas dari belenggu kesengsaraan lahir batin takni terlepas dari ikatan samsara dan penjelmaan sehingga ia mendapat kebahagiaan yang kekal abadi lahir batin yang disebut Moksa.

2.3 Bagaimana Karma Di Bentuk
Manusia memiliki 3 sifat dalam dirinya, yaitu Iccha ( keinginan perasaan ), jnana ( tahu) dan Kriya ( Kehendak), yang ketiganya ini membentuk karmanya. Ia mengetahui benda-benda seperti kursi, pohon dsb. Ia merasakan kebahagiaan dan kesedihan. Ia berkehendak untuk melakukan ini, tidak ingin melakukan itu dsb.
Dibalik kegiatan, terdapat keinginan dan pikiran. Keinginan akan sesuatu benda muncul dalam pemikiran. Lalu kamu berpikir untuk mendapatkan dan berusaha untuk memilikinya. Keinginan , pemikiran dan kegiatan selalu berjalan bersama-sama, yang merupakan 3 utas benang yang dipintal menjadi tali dari karma.
Keinginan menghasilkan karma. Kamu bekerja dan berusaha untuk mencari benda-benda yang menjadi keinginanmu. Karma menghasilkan buah berupa penderitaan atau kesenangan. Kamu harus lahir berulang-ulang untuk penderitaan  atau kesenangan. Inilah yang disebut Hukum Karma.
2.4 Bekerjanya Hukum Karma
Hukum karma merupakan satu ajaran dasar bukan hanya dalam hinduisme, tetapi juga dalam buddhisme dan dalam jainisme. Apa pun yang di tanamnya, demikianlah yang akan dipetiknya. Ini merupakan hukum karma. Bila kamu melakukan perbuatan jahat, kamu akan menderita. Bila kamu berbuat baik, kamu akan medapatkan kebahagiaan. Tak ada kekuatan di dunia ini yang dapat menghentikan perbuatan yang memberikan buah. Setiap pemikiran, perkataan, perbuatan ditimbang pada neraca abadi, yaitu keadilan tuhan. Hukum karma tak mengenal ampun. 
            Benda-benda di alam semesta ini tak akan menjadi secara kebetulan atau kemungkinan dalam cara di luar aturan. Mereka terjadi dalam rangkaian yang beraturan; yang satu mengikuti yang lainnya. Ada hubungan yang jelas antara apa yang sekarang kamu lakukan dengan apa yang akan terjadi nantinya.
            Setiap kegiatan menghasilakan 3 akibat, yang memberimu ganjaran atau buah yang sepantasnya, yang juga mempengaruhi karaktermu. Ia tertinggal berupa pesan dalam pikiranmu dan kesan ini akan mendorongmu untuk mengulangi kegiatan itu lagi. Kesan itu akan mengambil bentuk riak-riak gelombang pemikiran dalam pikiran, karena rangsangan dari luar maupun dari dalam. Sesuatu kegiatan juga menghasilkan akibat dunia ini.

2.5 Apapun Yang Kamu Tanam, Demikianlah Yang Akan Kamu Petik
Bila kamu menanam sebuti benih, ia akan tumbuh menjadi kecambah; lalu tumbuh daun-daunnya, kemudian bungannya dan buah yang juga mengandung benih di dalamnya. Benih mangga akan menghasilkan pohon mangga. Bila kamu menanam pohon padi, kamu tak dapat mengharapkan panen gandum. Benih dari jenis yang sama menghasilkan tananam yang jenisnya sama. Manusia sendiri lahir dari kandungan seorang wanita, seekor kuda dari kuda, anjing dari seekor anjing. Demikian juga, apabila kamu menanam benih kegiatan kahat, kamu akan memetik panen penderitaan dan kesengsaraan. Bila kamu menanam benih perbuatan baik, kamu akan memetik panen kesenangan. Ini merupaka hukum karma. Apa pun yang kamu taburkan dengan perbuatan, akan kembali kepadamu. Bila kamu membuat orang lain senang melalui pelayanan, amal dan perbuatan-perbuatan baik, kamu menaburkan kebahagiaan seperti sebutir benih; dan hal itu akan memberimu buah kebahagiaan.
Perbuatanmu di masa lalu bertanggung jawabkan pada kondisimu sekarangg dan perbuatanmu sekarang akan membentuk  atau mempola masa depanmu. Tak akan ada sesuatu yang berputar balik di dunia ini. Kamu menjadi baik oeh perbuatan baikmu dan buruk oleh perbuatan jahatmu.
Bila kamu menunjukan pikiran jahat, kamu pasti menderita, berada dalam kesulitan dan diliputi oleh situasi yang tak menguntungkan serta mencela lingkungan dan situasimu. Pahamilah hukum-hukum tersebut dan hiduplah secara bijaksana. Tunjukkan pemikiran mulia, sehingga kamu akan selalu bahagia.

2.6 Karma dan Kelahiran kembali
Ajaran kelahiran kembali merupakan suatu akibat yang pasti dari hukum karma. Perbedaan penyusunan yang diketemukan antara pribadi yang satu dan pribadi yang lain ditentukan oleh masing-masing perbuatan masa lalu. Selanjutnya, semua karmamu tak dapat secara pasti berubah dalam kehidupan ini, oleh karena itu, harus ada kelahiran lain untuk menikmati perbuatan yang tersisa. Setiap roh memiliki rentetan kelahiran dan kematian. Kelahiran dan kematian akan berlanjut, sampai kamu mencapai pengetahuan kekekalan. Karma-karma yang baik membawa kepada inkarnasi dalam suasana yang lebih tinggi, dan karma baruk kedalam suasana yang lebih rendah.  Dengan kebajikan di peroleh kenaikan pada tingkat yang lebih tinggi dan dengan kejahatan menurunkan tingkat yang lebih rendah. Dari kebijaksanaan mengasilkan kebahagiaan, dan sebaliknya menghasilkan ikatan : selama karma-karma yang baik maupun yang buruk , tidak dilepaskan, manusia tak akan mencapai Moksa atau pembebasan akhir, walaupun dalam ratusan Kalpa. Baik karma buruk maupun yang baik, membelenggu  erat-erat sang jiwa dalam rantai besi maupun rantai emas. Moksa tak dapat dicapai manusia, selama pengetahuan tentang yang abadi tidak dicapai
2.7 Hukum Sebab dan Akibat
Karma adalah kata sanskerta yang bermakna “Perbuatan” dalam hubungan metafisik ia mengaitkan aksi dengan reaksi sebagai siklus yang wajar dari sebab dan akibat. Juga disebut hukum penyesuaian kembali atau hukum keseimbangan yaitu hukum yang senantiasa mengembalikan keseimbangan , juga disebut hukum mutlak dari alam semesta, sumber asal, dan sumber pokok dari semua hukum lain yang ada dalam seluruh alam.hukum karma adalah hukum yang tidak pernah salah yang menyesuaikan akibat dengan sebab, baik di dalam fisik, maupun di alam yang lebih halus secara cerdas dan adil menyesuaikan setiap akibat dengan sebab.
Bila kita memandang bahwa akibat-akibat yang dihubungkan dengan sebab-sebabnya diterapkan dalam siklus –siklus yang berkelanjutan sepanjang waktu, dan bahwa banyak di antarannya memasuki masa-masa kehidupan lain, maka nalar kita dapat menembus dan meresapi keadaan-keadaan yang dalam hal-hal lain, sama sekali tidak dapat diterangkan yaitu keadaan-keadaan yang manusia jumpai di bumi. Apapun yang pernah dipikirkan , dikatakan ataupun diperbuat, baik yang telah mengakibatkan kebaikan atau kejahatan, akan tetapi melekat pada sang roh dan ditentukan untuk penyesuaian kembali. Lambat laun semua daya kekuatan akan terarahkan kepada keseimbangan dengan bekerjanya hukum semesta. Perbuatan benar di simbangkan dengan nasib-nasib buruk.
Sang jiwa kembali kedunia di tengah pola jalinan kekuatan-kekuatan karma  yang telah dihasilkannya sendiri. Berasala dari warisan sebab-sebab  yang telah mulai di gerakannya dalam kehidupan-kehidupan yang lampau di bumi, maka warisan itu diterbagi dalam baigian-bagian yang layak oleh bekerjanya hukum-hukum melalui agen-agen spiritual yang lebih tinggi, dan manifestasinya untuk dihadapi oleh sang roh selama masa kehidupannya ( di bumi) ini adalah warisan yang disebut “ Karma seseorang”.
Karma tidak dimengerti dalam maknanya yang positif bila hanya menunjukan hal adanya takdir yang bersifat tidak mengenal ampun, suatu takdir dimana si individu tidak dapat berbuat apa-apa. Pengertian semacam ini tidak melihat berkah yang bersifat kreatif dari hukum itu sebagai pelengkap hidup yang mendidik dan membebaskan.
Dalam rangka hukum karma, seseorang menciptakan nasibnya sendiri, dan pada waktu yang tepat akan menghasilkan penyelamatannya sendiri serta memenangkan jalan yang mengantarnya kepada kebebasan-kebebasan kekekalan. Suatu pemahaman terhadapt hukum ini akan mengembalikan kepada umat manusia pengertian yang telah hilang tentang kepercayaan kepada  diri sendiri dalam gal spiritual.
Pola karma yang telah diwariskan setiap individu, oleh karenanya merupakan faktor yang berpengaruh  dalam proses inkarnasi. Pola ini menentukan kapan ia akan dilahirkan, kondisi badan dalam keadaan bagaimana, siapa yang akan menjadi orang tuanya, dengan siapa akan menjalin hubungan dengan erat dan orang-orang besar, guru-guru atau sahabat-sahabat yang mungkin akan dijumpai. Hukum itu tidak menahan, malah lebih melengkapi dengan kondisi-kondisi dengan jiwa yang kekal dimungkinkan untuk mencipta dengan “pengawasan jarak jauh” yang dinamakan “ divinity yang membentuk tujuan-tujuan kita”. Pengetahuan tentang cara bekerjannya hukum ini akan memberikan kepada kita kegembiraan untuk menerima baik hambatan-hambatan maupun keberuntungan  yang dimanifetasikan sebagai akibat dari hukum karma.
Tidak pernah ada suatu masa kehidupan seorang individu yang terpisahkan dari kehidupan-kehidupan lainya. Pernyataan-pernyataan secara waskta mengenai masa hamil mengungkapkan bahwa kelahiran mulai sejak  pembuahan terjadi ( sperma bersatu denga sel telur). Untuk memahami lebih sempurna perhatian dan ketrampilan luar biasa yang diterapkan oleh alam, sesuai dengan hukum, untuk melindungi dan memudahkan pembinaan bentuk-bentuk maka kita harus memeriksa catatan-catatan yang ada mengenai penyelidikan kewaskitaan ke alam alam-alam kehidupan para malaikat dan elemetal. Entitas-entitas tertentu  yang berasal dari alam-alam tersebut sangat aktif dalam setiap penciptaan bentuk hidup. Bersama dengan intelegensi-intelegensi yang tak tampak ini, yang bekerja selama kehamilan bayi manusia, jiwa yang bereinkarnasi  dengan aktif mempengaruhi arus-arus zat yang disalurkan kedalam bentuk-bentuk mental, astral dan fisik.
Pada saat pembuahan, cahaya rohani yang putih akan turun dari ketinggian puncak sanng jiwa, memancarkan energi yang menggerakkan proses-proses tersebut di atas. Energi-energi ini bebaskan dan cara-cara bekerjanya dimulai pada  saat suatu entitas terbentuk dengan tergabungnya sperma dan sel telur.
2.8 Sorga Dan Neraka
Menurut ajaran agama (Dharma) yang diwahyukan kedunia dengan pengantaraan para Rsi-rsi, maka segala baik buruk perbuatan ( cubha karna atau cubhacubha prawrtti) akan membawa akibat tidak saja didalam hidup sekarang ini, tetapi juga diakhirat ( swarga dan Neraka) setelah atma (roh) dengan suksma cariranya ( bandan astral) terpisah dari stula carira (badan wadah) dan membawa akibat pula dalam penjelmaan yang akan datang (punarjanma) setelah atma (roh) bersama dengan suksma carira-nya bersenyawa lagi dengan stula carira (badan wadah yang baru ) tuhan Hyang Widhi Wasa ( tuhan Yang Maha Tahu) akan menghukumnya, yakni hukum yangbersedikan pada dharma; dan dia menikmati atma (roh) seseorangg yang berjasa dan yang melakukan amal saleh serta kebajikan yang suci (cubha karma) dan dia pun akan mengampuni atma (roh) seseorang yang pernah berbuat dosa, bila ia tobat dan tawakal serta yidak akan melakukan dosa lagi. Tuhan yang maha tahu menjatuhi hukuman kepada atma yang tiada henti-hentinya melakukan kejahatan atau dosa ( acubha karma) dan memasukkan kedalam neraka. Disini atma itu mengalami hasil perbuatannya yang berupa neraka. Adapun penjelmaan atma yang semacam ini adalah sangat nista sekalai dan derajatnyapun semakin bertambah merosot, jika ia selalu berbuat jahat.

Devanam narakan janturjantuna narakan pacuh
Pacunam narakam nrgo mrganam narakam khagah
Paksinam narakam vyalo nnlanam narakam damstri
Damstrinam narakam visi visinam naramarane.
                                                                        (clokantara : 40, 13-14)
Dewa neraka ( menjelma) menjadi manusia
Manusia menjadi ternak
Ternak neraka menjadi binatang buas, binatang buas neraka,
menjadi burung, burung neraka menjadi ular, dan ular yang
neraka menjadi taringg, (serta) taring yang jahat menjadi bisa
( yakni) bisa yang dapat membahayakan manusia.

Demikian kenerakaan yang dialami oleh atma yang selalu berbuat jahat dan doyan melakukan dosa. Jika telah sampai pada limit penjelmaan yang terhina akibat dari dosanya maka ia tetap akan menjadi dasar terbawah dari kawah neraka.
            Yamadipati juga bergelar Darmadewa, atau bhatara dharma, sebagai pelindung dharma yang memperkahi atama (roh) yang melakukan cubha karma serta menghampuni orang yang tobat dan tawakal terhadap dosanya.
            Pengaruh karma itu pula yang menentukan corak serta nilai dari pada watak manusia. Oleh karena itu bermacam-macam jenisnyadan tak terhitung banyaknya, maka watak manusia pun beraneka macam pula ragamnya. Karma yang baik menciptakan watak yang baik dan karma yang jelek akan mewujudkan watak yang jelek dan jahat.
            Segala macam karma yang dilakukan oleh makhluk: tertutama manusia, akan tercatat selalu dalam alam pikiran (Citta-nya ) yang kemudian akan menjadi watak dan pengaruh pula terhadap atman(roh)nya.
            Hukum karma yang mempenguhi seseorang bukan saja akan diterimanya sendiri, akan tetapi juga akan diwarisi oleh anak cucunya atau keturunannya juga. Banyak kita lihat contohnya di didunia ini misalnnya ada seorang yang dapat hidup mewah, karena mendapatkan kekayaan dengan jalan yang tidak halal, atau dengan jalan kejahatan, misalnya mencuri. Namun setelah orang itu mati dan kekayaannya di warisi oleh anak cucunya, maka anak cucunya ini sering mempuyai watak yang tidak baik, misalnay anak cucunya memhamburkan kekayaan itu dengan semena-mena sehingga harta warisannya  itu bisa habis sehingga yang mewarisinya itu menjadi miskin melarat serta selalu menderita tekanan batin, ini adalah disebabkan oleh pengaruh karma dari leluhurnya yang langsung dapat mempengaruhi keturunannya.

            Oleh karena itu ajaran agama ( dharma) menekankan benar; hendaknya manusia berlaku tidak menyimpang dari petunjuk kerohanian atau dharma, karena akibat perbuatan jahat atau dosa itu sangat erat hukumnya dan hukum itu akan dijatuhkan dari suatu pengadilan yang tiada kelihatan. Dharma sebagai petunjuk yang utama, dan mengabdi terhadap sesama makhluk dan beramal saleh untuk kesejahteraan terhadap sesama makhhluk serta mejunjung tinggi keadilan dan kebenarana, maka orang itu mendapat berkah dari Ida Sang Hyang Widhi, yaitu kebahagiaan akhirat (sorga).

2.9 Peleburan Dosa, Redemktion
Oleh karena moksa itu sangat sukar didapati oleh orang kebanyakan dan hanya dapat dicapai oleh beberapa orang yang benar benar suci seperti beberapa para Maha Rsi-sri saja maka dari itu bagi orang kebanyakan yang ingin akan medapatkan kebahagiaan lahir batin kebahagiaan dunia dan akhirat ( berupa sorga) dan kempurnaan dalam penjelmaan yang akan datang perlu bila diadakan peleburan dosa. Untuk mencapai hal yang semacam ini saja sudah sulit apalagi hendak mencapai moksa. Sebabnya ialah karena  manusia ini tidak dapat luput dari pengarug hukum karma  dan pasti akan selalu mengalami berbagai-bagai karma phala ( hasil dari perbuatan) yang tidak terbilang banyaknya dalam penjelmaan yang berulang-ulang pula. Di dalam penjelmaan itu pun manusia ini tidak henti-hentinya melakukan perbuatan ( karma) yang baik atau buruk amal atau dosa maka dari itu tidak henti-hentinya pula akan menikmati phahala dari karmanya.

Untuk mengurangi dosa-dosa inilah perlu adanya peleburan dosa atau mengurangi dosa, sedikit-sedikit agar dapat dikurangi sehingga penderitaan yang diakibatkan itu menjadi kurang pula. Peleburan  dosa itu dapat dilakukan dengan beberapa jalan antara lain :

1.     Dengan jalan berbuat dharma ( termasuk didalamnya cila, jnana, tapa, berata, kirrti dan yoga semadi).
2.     Dengan jalan perantara dan batuan dari orang yang amat suci
3.     Dengan menurunkan keturunan yang berbudi dharma dan suci
Adapun peleburan dosa yang palin baik ialah dengan jalan melakukan dharma terutama yoga semadi secara baik dan sempurna. Di dalam dharma itu termasuk pula cila, ( artinya kesusilaan dan budi pekerti yang luhur( jnana) ( pengorbanan termasuk pula upacara-upacara tapa berata ( yaitu pengekangan atau pengendalian dari dari hawa nafsu ) dam Kirrti ( yakni jasa –jasa yang mulia termasuk pula dana, atau amal dharma). Cila, jnana, tapa, berata dan kirrti ini hanya dapat melebur dosa yang ringan saja. Tetapi bila disertai dengan yoga semadi ( yaitu melakukan hubungan dengan tuhan dengan jalan karma jnana, dan bakti yoga, mohon ampun dan kesucian) maka inilah peleburan dosa yang paling mulai dan dapat melebur berat dan besar. Asal pelaksaan dengan baik dan sempurna.

Lain dari pada itu peleburan dosa itu dapat pula diadakan melalui keturunan yang berbudi dharma dan suci ini hanya dapat sedikit-sedikit saja serta tidak akan dapat melebur semua dari dosa yang besar ( maha Pataka) itu. Tentang hal ini dapat kita pakai bahan perbandingan di dalam ceritra adi parwa mengenai keadaan sang jaratkaru. Perbandingan ini masih agak berbau myothologis . sang jaratkaru itu adalah seorang wiku yang mempunyai perasaan belas kasihan yang besar dan mahir pula tapa barata, oleh karena itu ia dapat pergi kesorga, dan setelah sampai di sorga ia menjumpai leluhurnya sangat menderita dan sengsara, yakni tergantung diatas kawah neraka, disebabkan karena sang jaratkaru melakukan sukla brahmacari, yaitu tidak beristri dan tidak mempunyai keturunan. Maka dari itu sang jaratkaru lalu ingin beristri dan membuat keturunan untuk membebaskan dosa dari ayahnya.
Demikian secara singkatnya cerita mythologis dari sang jaratkaru itu, sebagai bahan perbandingan bahwa keturunan yang berbudi dharma dan suci itupun dapat sekedar melebur dosa leluhurnya.

2.10 Karma Phala Besifat Universal
            Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa setiap perbuatan pasti mendatangkan hasil ( phala) , perbuatan baik akan mengasilkan yang baik dan sebaliknya pebuatan buruk akan menghasilkan yang buruk. Karena itu tiada perbuatan tanpa hasil . perbuatan yang buruk menyebabkan orang menjadi menderita dan perbuatan baik menyebabkan orang hidup bahagia . kita yakin bahwa penderitaan itu pasti dapat kita atasi. kalau kita menderita biasanya kita menyesalkan nasib dan jika kita berunutung kita puji nasib kita. Tetapi sebenarnya kita tidak usah menyesal atau memuji, karena itu sudah menjadi bagaian kita sebagai akibat dari karma kita yang dahulu. Kita tidak bisa menghindari hasil perbuatan kita itu apakah baik ataukah buruk. Kita sudah melakukannya, maka kita harus menerima tanggung jawabnya, kita tidak punya hak untuk menyesali orang lain atas penderitaan yang kita terima.
            Karma dan karma phala tidak bisa diperhitungkan secara kwantitatif dan bentuk fisik, sebab karma phala lebih banyak kita rasakan secara rohaniah dan kualitatif.
Coba kita lihat contoh jalanya karma yang diterima oleh dewi drupadi dalam Mahabharata. Dewi Drupadi menerima Karma malu karena secara kasar mau ditelanjangi oleh dusasana atas perintah duryodana setelah panca pandawa kalah main dadu ( judi) . sebaliknya dewi drupadi menerima karma phala berupa pertolongan dari sri kresna yang membantunya dari jauh dengan kain yang berlapis-lapis tidak habis habisnya. Sampai dusasana kepayahan dan kehabisan tenaga tidak mampu menelanjanginya. Karma apa kah yang diperbuat oleh drupadi ? pada waktu istana indraprasta telah selesai dan akan dilangsungkan upacara rajasuya, kaurawa pun diundang, duryadana dan dusasana sedang terheran-heran kekaguman melihat indahnya istana , tidak melihat ada kolam di mukanya. Sehingga duyodana dan dusasana terporosok jatuh kekolam sampai pakaianya basah kuyup. Kejadian ini dilihat oleh dewi drupadi dan secara tidak sadar ia tertawa. Duryodana dan dusasana yang memang jatuh hati dengan kecantikan  drupadi dan sekarang ditertawi oleh orang yang dipujanya itu, bukan main malunya. Dendampun tertanam dihati mereka, kejadian inilah yang mengasilkan karma phala pada dewi drupadi, sehinga patut medapat malu dan diterwai oleh para kaurawa. Peristiwa lain yang merupakan karma baik dewi drupadi adalah pada waktu penyerahan bhoga ( makanan) kepada raja-raja dalam upacara rajasuya, atas nasihat bhagawan bhisma kehormatan pertama diberikan kepada Kresna oleh yudistira. Pada waktu itu sisupala sepupu dari sri Kresna merasa tersinggung mengapa justru sri kresna yang diberi penghargaan kehormatan. Dalam kesempatan ini sisupala mengeluarkan pesarasaan dendamnya kepada sri Kresna dengan cara menghinanya dengan kata-kata dimuka umum sampai  ratusan kali. Sebenarnya Sri kresna tidak akan membunuh sisupala kalau penghinaannya tidak melewati batas seratus kali itu. Mengapa demikian ? , ibu sisupala adalah saudara dari ayah sri kresna, waktu lahirnya sisupala berkepala dua dan bertangan empat, karena itu ibu sisupala mencari orang yang bisa mengembalikan rupa anaknya sebagai manusia biasa itu akan sekaligus ditakdirkan menjadi pembunuh anaknya kelak, ibu sisupalapun mengundang raja-raja, dan berganti-gantian taja itu diminta untuk memangku si bayi, pada saat giliran Sri Kresna memangkunya, tangan sisupala dengan sebuah kepalanya rontok, ia kembali menjadi manusia normal, saat itulah ibu sisupala memohon kepada Sri Kresna supaya beliau jangan membunuh anaknya. Permohonan itu dikabulkan dengan syarat jika kelak ternya anaknya menghina Sri Kresna sampai seratus kali maka beliau terpaksa membunuhnya. Demikianlah pada waktu sisupala betul-betul menghina Sri Kresna sampai seratus kali. Maka dilepaslah Cakra Sudarsana sehingga sisupala pun gugur seketika karena yang dibunuh oleh Sri Kresna masih ada hubungan darah  dan ibunya ada perjanjian dengan Sri Kresna, maka Cakra Sudarsana milik itu melukai sedikit tangan SrI kresna , pada waktu itu Dewi Drupadi melihatnya, dan dengan penuh rasa bhakti dia merobek sarinya, untuk membalut luka Sri Kresna. Inilah Karma baik yang menyebabkan Dewi Drupadi selamat dari niat jahat Duryodana dan Dusasana.
            Singkatnya, malu dibalas dengan malu, pertolongan dibalas dengan pertolangan, bagaimana bentuk malu dan bagaimana bentuk pertolongan yang diterima, bisa berbeda dari bentuk yang dilakukan sebelumnya inilah keuniversalan dari KarmaPhala itu.



BAB III
SIMPULAN

Karma Phala adalah hasil dari perbuatan. Menurut sebab dan Akibat ( Causality) maka segala sebab akan membawa akibat.Segala sebab yang berupa perbuatan akan membawa akibat hasil perbuatan. Segala karma ( perbuatan ) akan mengakibatkan karma phala ( hasil atau Phala perbuatan).Hukum rantai sebab dan akibat perbuatan ( karma) dan phala perbuatan ( karma Phala) ini disebut : “ hukum karma”.
Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa asil atau akibat itu bentuknya adalah seperti apa yang menjadi sebab atau yang diperbuat. Misalnya kalau kita menanam padi, maka kita akan menghasilkan padi. Dengan demikian setiap pekerjaan, setiap perbuatan, setiap pikiran yang menimbulkan suatu akibat disebut Karma. Maka Hukum Karma itu disebut juga hukum sebab akibat.
Dimana ada sebab, disitu pasti akan terjadi akibatnya, akibat ini tidak bisa ditolak. Sesuai dengan keyakinan agama hindu, para yogi menyatakan bahwa hukum karma ini berlaku diseluruh Jagat raya. Apaun yang kita lihat, kiat rasakan, atau lakukan ini semua menjadi sebab untuk kemudian menjadi akibat pada hari-hari berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA
Punyatmadja, I. B. Oka. 1976. Pancha Cradha. Denpasar : Parisada Hindu Dharma Pusat.
Kamajaya, Gede. 2001. Alam Kehidupan Sesudah Mati. Surabaya: Paramita.
Sivananda, Sri Swami & Yayasan Sanatana Dharmasrama. 2003. Intisari Ajaran Hindu & All About Hinduism. Surabaya: Paramita
Wardana, Ida Bagus Rai, dkk. 1999. Buku Pelajaran  Agama Hindu Tingkat  SMU Kelas II. Jakarta: Hanuman Sakti.

Maswinara, I Wayan. 1996. Konsep Panca Sraddha. Surabaya: Paramita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar